Senin, 03 Desember 2012

Perkembangan Resort Mewah, Mengorbankan Nongsa Pantai

Perkembangan dunia wisata dan ekonomi Batam, ternyata harus mengorbakan masarakat tempatan (asli) yang ada disekitarnya. Hal tersebut dirasakan masyarakat kampung tua Nongsa Pantai, Kelurahan Sambau Kec. Nongsa.

Perkembangan Hotel dan Resort mewah didaerah Nongsa yang begitu pesat beberapa tahun belakangan ini tentunya ikut mendongkrak perekonomian Batam, tapi berbeda halnya dengan masarakat sekitar. Hal tersebut membuat mereka harus rela pindah ketempat baru yang telah direlokasikan didaerah Kapling Sambau.

Disalah satu jalan masuk menuju ke Nongsa Pantai, terdapat sebuah plang yang bertuliskan Kampung Wisata. Namun, kondisinya didaerah wisata tersebut hanya terlihat sekitar enam orang wisatawan asing yang datang bermain sepeda berasal dari hotel mewah yang ada disekitarnya.

Dan sepasang anak muda terlihat juga tengah duduk bersantai menikmati draian ombak yang menghantam putihnya pasir pantai. Namun, dari kondisi fasilitas yang ada tidak terlihat keseriusan pemerintah untuk membangun Nongsa Pantai sebagai objek wisata bagi masarakat kelas menengah kebawah.

Salah seorang warga bernama Abas Sofian yang saat ini usianya telah memasuki 60 tahun serta merupakan Ketua RW 06 Keluraharan Sambau Kecamatan Nongsa masih ingat betul puluhan tahun lalu betapa terkenalnya Nongsa Pantai yang sempat menjadi pintu masuk wisatawan dari berbagai daerah hingga luar negeri.

"Saat ini kita masih ragu dengan tempat kita ini. Namanya aja kampung tua. Tapi statusnya masih belum jelas juga. Surat tanda kampung tuanya aja belum ada kami terima," terangnya kepada Haluan Kepri Senin (3/11) dirumahnya sembari mengisap rokok keretek.

Hal tersebut bukan tidak beralasan disampaikannya, karena sejak pemerintah telah memberikan tanah kepada pengusaha secara perlahan-lahan masyarakat dimintak untuk pindah ketempat baru. Karena kabarnya tempat tersebut akan dibangun Resort oleh sang pengusaha.

"Saat ini jumlah Kepala Keluarga (KK) hanya ada sekitar 70 an saja, sebelumnya ada ratusan warga disini. Sebagian sudah pindah dengan diberikan uang sagu hati," ungkapnya.

Bagi warga yang masih bertahan dan tidak ingin pindah, pihak dari pengusaha yang saat ini telah mengusai sebagian besar daerah Nongsa Pantai terus minta warga lainnya untuk pindah. Dan terkadang tekanan yang diterima oleh warga adalah dengan datangnya sejumlah pereman. Dan ini sudah dirasakan sejak tahun 2000 an.

Hal ini yang dikhawatirkan oleh masyarakat kampung Nongsa Pantai. Mereka tidak ingin nasib Nongsa Pantai seperti nasib pantai stres yang kini sudah berubah. "Itulah yang kami takutkan. Lama- lama Nongsa Pantai ini jadi pantai stres kedua," kata Abas Sofian lagi.

Terus Kembangkan Nongsa Pantai

Walaupun tidak ada perhatian dari pemerintah kota Batam dan juga BP.Batam warga setempat tetap terus melestarikan dan memajukan kawasan Nongsa Pantai menjadi tempat wisata bagi masarakat kelas menengah kebawah. Sejumlah fasilitas umum dibangun seadanya dengan uang suwadaya.

"Peranan pemerintah tidak ada yang diberikan kepada kita,"jelanya.

Warga setempat melalui pemuda mengelola lokasi pantai tersebut dengan cara suwadaya. Setiap mobil yang datang dikenakan biaya Rp3.000, dari sinilah dana selanjunya digunakan untuk membangun masjid, sarana olah raga dan fasilitas lainnya.

"Disini untuk masarakat menengah kebawah untuk berlibur. Ramainya kalau hari-hari libur seperti Sabtu dan Minggu," terangnya sembari mengatakan, kalau seperti sekarang ini ya sepi dari pengunjung.

Untuk memperjuangkan nasipnya, warga setempat sudah mencoba untuk datakan ke gedung wakil rakyat (DPRD) namun tidak ada tanggapan. "Yang benar- benar membela dan memikirkan nasib kami ini tidak ada. Sudah capek kami mengadu kesana sini, tapi sampai sekarang tetap aja tidak ada tanggapan. Buktinya tekanan dari pengusaha itu terus kami terima sejak tahun 2000," kata Abas Sofian.

Untuk terus bertahan hidup masarakat ada yang mencari naafkah, hingga mencari ikan sampai keperbatasan. Dan tak jarang diusir oleh Polisi Malaysia ditengah laut.

Sabtu, 01 Desember 2012

Dibalik Tulisan Berita Itu

Terlihat kuli tinta itu seperti manusia setengah dewa yang bisa masuk dan keluar kemana saja. Rangkaian bait demi baik hingga tersusun kata dan menjadi sebuah kalimat.

Kalimat yang setiap hari dibaca oleh masarakat. Kalimat yang diharapkan dapat memberikan informasi dan pendidikan kepada orang banyak serta menjadi control jalannya demokrasi di Negeri ini.

Tapi tidak banyak orang yang mengetahui dan memahami bagai mana kalimat-kalimat tersebut bisa terangkai begitu indah dan memiliki sebuah makna bagi pembacanya.

Kehadiran kuli tinta terkadang tidak banyak masarakat yang bisa menerimanya bahkan juga terkadang aparatur yang ada di Negeri ini. Dianggap sebuah momok yang menakutkan.

Untuk mendapatkan sebuah rangkaian kata yang tersusun menjadi sebuah berita tak kala hingga harus mempertaruhkan nyawa. Dan juga harus rela meninggalkan orang-orang yang dicintai dikala seluruh keluar berkumpul bersama menikmati hangatnya kebersamaan.

Dinginnya malam yang menusuk hingga ketulang disaat semua orang sudah terlelap dengan gelapnya malam, tidak mejadi halangan untuk mendapatkan sebuah berita. Yang diharapakan keesokan harinya menjadi sebuah informasi yang bermanfaat bagi masarakat.

Hujan yang disertai petir juga kerap dilalui, terkadang tidak peduli akan kesehatan demi mengejar sebuah berita. Dan terkadang juga berita tersebut belum tentu naik keesokan harinya di media tempatnya bekerja.

Baginya yang ada hanyalah bagai mana bisa mengumpulkan berita yang sebanyak-banyaknya yang dirasanya itu harus diberitakan dan itu  merupakan informasi.

Yang menjadi catatan dibalik itu semua adalah,  pemahaman sejumlah masarakat termasuk aparat yang ada di negeri ini terkait pola kerja seorang wartawan/kuli tinta itu sendiri.

Perlindungan keamana bagi sang kuli tinta kerap kali tidak ada pada saat dilapangan dari beberapa oknum aparat yang ada. Pada saat melakukan tugasnya.

Ancaman, intimidasi kerap diterima tak kala berita yang dibuat menyudutkan. Apalagi kalau berita tersebut mengarah kepada intansi penegak hukum dinegara Mimimpi ini...

"Yang perlu dipahami adalah, ketika sebuah berita sudah terbit disebuah media cetak, on line dan elektronik itu semua sudah menjadi tanggung jawab dari media dimana kuli tinta berkerja, bukan lagi sang kuli tintanya. Itu sudah diatur didalam UU Pres dan MoU Dewan Pres dengan Kepolisian,"

Namun sekarang apa yang terjadi, tetap saja sang kuli tinta yang menjadi sasaran. Tindakan kekerasan belakangan ini kerap didapat dari oknum-oknum penegak hukum.

Terasa hidup disebuah negera yang tidak memiliki hukum. Atau kerap disebut oleh segelintir orang ini merupakan negera mimpi.

Sekian --------------------------