Masih hari pertama tiba di Jakarta. Setelah keluar dari terminal bandara, sesuai pesan singkat yang diberikan oleh "Om", langkah kaki langsung menuju ke terminal Damri bandara Sukarno Hatta. Untuk naik Damri di bandara bukan yang pertama kali lagi, sehingga cukup mudah untuk mencari terminalnya.
Karena tujuan adalah Pasar Minggu, ongkos yang dikenakan sebesar Rp30 ribu. Tarifnya disesuaikan dengan rute. Disinilah kerasnya ibu kota negara dimulai. Untuk bisa naik dan mendapatkan tempat duduk kita harus bisa sedikit menjadi orang yang ngotot dan harus rela berdesak-desakan.
Tempat duduk telah didapat dan bus pun berjalan sekitar pukul 17.15 WIB. Kemacetan yang identik dengan kota besar langsung terasa. Baru mau keluar dari gerabang bandara, kemacetan langsung menghadang laju mobil yang ditumpangi.
Seakan-akan tidak ada lagi cela di Jakarta ini untuk kendaraan bisa jalan dengan normal. Dimana-mana selalu macet. Sang supir Damri telihat dari caranya mengemudikan Bus sepertinya sudah bertahun-tahun menjalankan mobil Damri ini.
Setiap ada cela untuk mobil berjalan langsung dia ambil. Jarak dengan mobil yang ada disebelanya cukup lah memepet. Dan Pak.Sopir Damri ini berkali-kali keluar jalur Tol untuk menghindari kemacetan.
Karena pada waktu itu dimana jam pulang kerja bagi masyarakat Jakarta. Sehingga jalur Tol yang seharusnya bebas hambatan tapi malah menjadi terhambat karena padatnya kendaraan disetiap pintuk masuk maupun keluar tol. Terkadang telihat jalan yang bukan Tol yang malah lebih cepat.
Mobil Damri ini, sesekali keluar dari dalam tol untuk menghindari kemacetan. Setelah berjalan sangat lama akhirnya sampai lah ke Pasar minggu sekitar pukul 20.02 WIB. Pasar sudah dalam keadaan gelap. Toko-toko sudah pada tutup namun pedagang sayur-sayuran sudah mempersiapkan lapak-lapak untuk berjualan.
Pesan singkat untuk alamat yang dutuju "Dari bandara naik Damri turun di Pasar minggu. Dari pasar minggu naik angkot tujuan Depok nanti turun di Jalan Seratus, Tanjung Barat" sehingga setelah turun harus mencari angkot yang tujuan Depok.
Tapi karena perut sudah kelaparan. Sehingga yang terpenting adalah mencari tempat makan. Dan akhirnya langkah berhenti dipedagang nasik goreng keliling yang sedang mangkal tidak jauh dari terminal.
Kesempatan itu juga langsung dipergunakan untuk menanyakan angkot nomor berapa dan arahnya kemana untuk yang tujuan Depok. Karena setelah duduk cukup lama disana tidak ada angkot yang tujuan Depok lewat. Ternyata, arah dimana tempat turun dari Damri tadi salah. Arahnya berlawanan. "Kalau ke Depok sebelah sana mas (tunjuknya kesebarang jalan). Ini jalan aja ke simpang sana tanya angkot 004 masih ada gak. Kalau gak ada nyebrang aja siapa tau di seberang masih ada,"katanya.
Setelah menyelesaikan makan, langkah kaki perlahan tapi pasti menyusuri badan jalan. Dan juga sempat masuk kedalam pasar yang waktu itu suasana sudah gelap. Yang terlihat hanya pedagang sayur yang sedang mendirikan meja dagangannya dan ada juga yang tengah membersihkan sayur.
Akhirnya angkot 004 aq dpatkan juga. "Jalan Seratus, Tanjung Barat" ini alamatnya diama aq betul-betul tidak tau. Hanya mengandalkan terkaan saja dan informasi dari tukang angkot saja. Dan akhirnya sekitar pukuyl 21.00 WIB sampailah ditempat yang di tuju.