Galau kata anak muda sekarang kalau menyebutkan seseorang yang sedang dalam keadaan bimbang, gelisah, tidak menenti apalah itu namanya....
ada pemimpin bangsa ini.......
Oleh : Eko Wardaya
dakwatuna.com - Tarbiyah Islamiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih agar tercapai keseimbangan potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan. Visi tarbiyah mencetak kader Rabbani dengan sepuluh karakteristik yang kita sudah ketahui bersama. Singkat kata tarbiyah ingin membentuk generasi unggul seperti para sahabat terdahulu yang berhasil membangkitkan Islam pada awal berdirinya.
Di rumah Abu Abdillah Al Arqam bin Abi Al Arqam para sahabat biasa mengikuti halaqah yang langsung ditangani oleh Rasulullah saw. Begitu pun tarbiyah, halaqah adalah fondasi dasar pembentukan kader-kader unggul.
Dalam berbagai teori kesuksesan Barat, menjadi sukses memerlukan coach. Dalam Halaqoh pun peran murabbi sangat sentral untuk mengimplementasikan manhaj pembinaan pada kader-kader dalam lingkaran halaqahnya. Pada proses awal halaqah, di saat seseorang baru berkenalan dengan Islam yang universal akan terjadi kecenderungan perubahan radikal pada dirinya, tak jarang polah tingkahnya pun menjadi radikal. Namun hal itu masih dalam batas yang wajar, dalam proses selanjutnya akan terjadi pendewasaan dan pematangan ideologis dalam diri kader tersebut.
Dalam perjalanannya banyak muncul fenomena figuritas kader terhadap murabbi atau anggapan bahwa halaqah adalah segalanya, itu biasa terjadi dan solusi terkait pun sudah banyak. Namun ada beberapa fenomena lain yang berkembang dari perjalanan halaqah kini, yaitu seputar karakter kader yang terbentuk, di antaranya berpikiran sempit dan tak bervisi serta macam-macam karakter tak unggul lainnya yang menggambarkan tak kunjung matang dan dewasanya sebuah proses ideologisasi. Padahal seharusnya tarbiyah mampu merubah pecundang menjadi pemenang dan dapat memunculkan potensi yang terpendam.
Apa penyebabnya? Tak lain karena peranan tarbiyah dzatiyah yang tak mereka punyai dalam diri. Bagaimanapun tarbiyah dzatiyah atau pengalaman belajar mandiri justru memiliki peranan besar dalam proses pembinaan kader itu sendiri.
Kesadaran akan pengalaman belajar mandiri ini yang harusnya dipantik dalam proses halaqah dan di sinilah sejatinya peran seorang murabbi sebagai coach. Murabbi harus berperan sebagai fasilitator dalam melejitkan potensi binaannya, bukan hanya memutabaah ibadah yaumiyah dan komitmen berjamaahnya saja. Hal ini yang menyebabkan terkekangnya potensi kader.
Sebuah refleksi untuk para murabbi termasuk saya, sudahkah kita membuat visi halaqah binaan kita? Jika sudah, apakah visi tersebut dijiwai sebagai acuan dalam proses pembinaan atau tidak? Gagal berencana sama saja merencanakan kegagalan. Tak ada visi dalam halaqah yang pada akhirnya menjadi penyebab tumpulnya potensi kader, karena Tarbiyah itu melejitkan potensi bukan mengekang.
Sumber : http://m.dakwatuna.com/2012/01/17423/tarbiyah-itu-melejitkan-potensi/